Jakarta, BentengNews.com- Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, resmi diangkat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga menggantikan Dito Ariotedjo yang dicopot pada Senin (7/9/2025).
Presiden Prabowo Subianto melantik Erick Thohir sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2025).
Erick Thohir mengatakan kelanjutan jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI akan tergantung dari FIFA.
"Nanti kan itu ada prosesnya di FIFA sebagai badan olahraga tertinggi di dunia nanti mereka yang akan menentukan," kata Erick di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Ketika ditanya mengenai aturan bahwa tidak boleh ada campur tangan pemerintah di federasi sepak bola seperti PSSI, Erick kembali menyerahkannya ke FIFA.
"Itu FIFA yang mengatur nanti semuanya," kata dia.
Baca juga: Jawaban Erick Thohir Soal Rangkap Jabatan Ketum PSSI-Menpora
Jika menilik ke Statuta FIFA, badan olahraga tertinggi sepak bola dunia itu tak pernah secara eksplisit mengatur soal rangkap jabatan.
Kekhawatiran Utama FIFA: Independensi yang Dilanggar
Hal yang menjadi concern utama FIFA adalah soal independensi suatu negara anggota.
Hal ini tercantum di Pasal 14.1.(i) dari Statuta FIFA yang berbunyi:
"Member Association (asosiasi anggota) harus mempunyai kewajiban untuk mengatur rumah tangga mereka secara independen dan urusan tersebut tak dipengaruhi oleh pihak ketiga, berkaitan dengan Pasal 19 Statuta."
Sementara, Pasal 19 terutama ayat 1 dan 2 menekankan dua hal yang harus diperhatikan terkait independensi asosiasi anggota dan badan-badan mereka.
1. Setiap asosiasi anggota wajib mengelola urusannya secara independen dan tanpa pengaruh yang tidak semestinya dari pihak ketiga.
2. Badan-badan asosiasi anggota wajib dipilih atau diangkat dalam asosiasi tersebut.
Anggaran dasar asosiasi anggota wajib mengatur prosedur demokratis yang menjamin independensi penuh dalam pemilihan atau pengangkatan.
Di lain sisi, Pasal 15 ayat c menekankan agar statuta masing-masing Asosiasi Anggota bersifat independen dan bebas dari gangguan politis.
Azas anti intervensi ini yang membuat FIFA menjatuhkan sanksi ke Indonesia pada pada 30 Mei 2015.
Sanksi tersebut merupakan buntut konflik antara PSSI dengan pemerintah di mana Menpora Imam Nahrawi mengeluarkan SK pembekuan PSSI sebagai imbas dari dualisme kepemimpinan dan tim mana yang bisa bermain di Liga Super Indonesia.
Terkait Rangkap Jabatan
Apabila mengacu ke statuta negara anggota seperti Pasal 15 ayat c tadi, Statuta PSSI 2025 tidak mencantumkan larangan rangkap jabatan antara Menpora dan Ketum PSSI.
Rangkap jabatan seperti ini juga pernah ada presedennya di belahan dunia lain seperti kala Vitaly Mutko mengemban tugas jadi Menpora dan Ketua PSSI-nya Rusia pada 2015-2016.
Ia juga lalu menjabat sebagai Ketua Panitia Penyelenggara Piala Dunia 2018 sembari meneruskan fungsinya sebagai Wakil Perdana Menteri yang membawahi olahraga.
Di Qatar, Hamad Bin Khalifa Bin Ahmed Al-Thani sempat menjabat sebagai Ketua Federasi Sepak Bola Qatar dan pelaksana tugas Kementerian Olahraga Qatar sebelum mengambil peran tersebut secara definitif pada Januai 2024.
Sementara, Pangeran Abdulaziz bin Turki Al-Faisal menjabat Menteri Olahraga Arab Saudi (2018–sekarang) dan Ketua Komite Olimpiade Arab Saudi (2019–sekarang).
Artinya, secara bersamaan sang menteri memimpin kementerian olahraga dan federasi olahraga tingkat nasional.
Surat dari FIFA
Satu lagi yang patut menjadi perhatian adalah surat yang dikirim Presiden FIFA Gianni Infantino ke Erick Thohir ketika dirinya pertama diangkat sebagai Ketum PSSI pada Februari 2023.
Ketika itu, Infantino memberikan selamat kepada Erick dan jajarannya termasuk dua Wakil Presiden dan anggota Komite Eksekutif yang terpilih. Wakil Ketua Umum 1 PSSI ketika itu adalah Zainudin Amali yang masih menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga.
Walau demikian, Zainudin mundur dari jabatannya satu bulan kemudian.
Hal ini mengindikasikan bahwa FIFA tak masalah dengan rangkap jabatan di jajaran teratas PSSI dan posisi mereka di kabinet pemerintahan selama pemilihan Ketum PSSI berlangsung dalam proses demokratis dan perannya di pemerintahan tidak dianggap mengganggu azas non intervensi.(*)